Oleh : Endah Mardyanti
|
S
|
ebagaimana
hari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan entah berapa kemarin yang telah lewat,
pukul 4.30 alarm hand phoneku berbunyi.
Bagiku, lantunan nada mystique punya daya lebih tajam untuk menembusi
alam bawah sadar. Matahari benar-benar masih misterius.
Pagi yang masih menyisakan malam dan
menjanjikan siang.
Hand phoneku melantunkan daftar lagu yang kuberi judul: “Respect”. Lagu dari grup favoritku itu paling
pas didengar saat gairah pagi sedang sembunyi.
Aku tidak
langsung mandi. Yang pertama
kulakukan adalah menenggak
segelas air putih di meja kamarku, lalu menyiapkan secangkir teh hangat. Cadangan makanan sampai pulang
sekolah nanti kudapatkan dari sepiring nasi dan sebutir telur yang digoreng dadar setengah matang. Walau hanya
sarapan dengan itu, aku sudah merasa nikmat.
Selesai
sarapan, aku mandi memakai air bak saat
cuaca sedang bersahabat maupun tidak. Selesai mandi, aku bersiap-siap
mengenakan seragam sekolah dan menyiapkan jadwal yang akan kubawa ke sekolah
nanti. Hal itu kulakukan diiringi lagu yang kuberi judul: “Mlaku – Mlaku”. Isinya adalah lagu-lagu pembangkit semangat agar
aku bisa tiba di sekolah dengan berseri-seri, tersenyum dan menyapa semua orang,
dari satpam TK di sebelah sekolah sampai teman kelasku satu persatu.
Seperti
biasa, untuk berangkat sekolah pun aku harus nebeng tanteku dengan motor Scoopy
miliknya apabila aku malas jalan kaki. Di sekolah pun aku sudah sangat
terbiasa dengan keadaan yang membosankan. Hanya terkadang beberapa temanku yang
unik itu membuatku nyengir dan
tertawa membahana. Hingga sesampainya di rumah aku makan, baca buku sebentar,
nonton TV, makan malam, lalu tidur. Ya, begitulah kegiatanku selama ini. Aku
merasa tak ada something special
dalam hidupku ini.
Hingga
saat aku duduk melamun di kursi panjang depan rumah nenekku, menantikan tebengan tanteku muncul, mengalihkan
suara-suara bising kendaraan yang lewat. Pikiranku kosong. Entah, menari-nari
di mana alam bawah sadarku saat itu.
“Grrenngg
grrenngg ggrr”. Seorang pria muda memacu pelan motornya, bahkan sangat pelan, lewat di
depanku seraya memandangiku dengan tatapan tajam. Aku yang sedari tadi melamun
tiba-tiba sadar bahwa ada seorang pria muda tengah memandangiku, bahkan tanpa
berkedip. Dengan mimik wajah telmi
khas yang ada pada diriku, aku memandanginya sama seperti pria itu
memandangiku.
Sampai
kepalanya berputar, bisa dihitung 180o hanya untuk memandangiku.
Ohh, aku hanya bisa nyengir padanya.
Langsung seperti tersembul badai! Ya, ia memacu motornya dengan kecepatan
tinggi. Kencang sekali.
“Sepertinya
aku pernah lihat orang itu. Tapi di mana ya? Restiiii kenapa kamu ngoh sekali?”. Aku berpikir sejenak,
mencari memori yang tersembunyi dalam otakku ini, pelan tapi pasti. “Hey! Bukankah
pria barusan itu teman facebookku?”. Aku baru tersadar. “Tapi
siapa ya? Aku lupa iiihh!”
Di
sekolah pun aku masih terbayang-bayang pria misterius tadi pagi itu. Aku
penasaran. Hingga sesampainya di rumah, aku langsung pegang hand phone dan online seketika itu juga. Aku berharap akan menemukan pria
misterius itu.
Ada
satu message di facebookku! Aku semakin penasaran
dibuatnya. Dengan cepat aku membuka message
itu. Wow! Pria tadi pagi itu mengirim message
untukku. Dalam pesannya, dia meminta
nomor hand phoneku. Namun aku tak
langsung memberinya karena aku tak mengenal pria tadi pagi itu. Dengan chat yang begitu panjang akhirnya aku
memberikan nomor hand phoneku. Ada
sentilan rasa berbeda pada hatiku dalam menanggapinya. Ada apa ini???
Setelah
beberapa hari aku SMS-an dengannya, aku mulai bisa memahami bagaimana
karakteristik pria yang semula kuanggap misterius itu. Nama pria itu Zuhri.
Singkat cerita tentang Zuhri: dia bandel banget, orang tuanya pun seakan
menyerah untuk menasihatinya. Zuhri senang ikut balap liar, dia punya mantan
banyak banget, pokoknya dia nakal banget. Tapi, kalau dengan orang tua, dia
sopan banget.
“Resti,
jujur aku mulai suka sama kamu.” SMS pertama Zuhri untuk hari itu. Hatiku
berdesir. “Resti, kamu mau tidak jadi pacarku?” SMS Zuhri selanjutnya.
Jantungku serasa berhenti untuk berdegup. “Maaf, Mas, aku belum siap buat
pacaran. Maaf banget ya??” balasku agak lama.
“Res,
aku serius loh ini. Aku bener-bener sayang sama kamu,”
“Maaf,
Mas, aku belum minat buat pacaran”
“Res,
aku serius sayang banget sama kamu,”
“Maaf,
Mas, aku belum berani.”
“Ya
sudahlah, Res. Tapi aku bakal nunggu kamu sampai kamu mau pacaran.”
“Oke.
Silakan, Mas,”
“Makasih
ya, Res,”
“Sama-sama,
Mas”
Dua
minggu berlalu saat Zuhri mulai
menungguku. Aku jadi ada teman untuk sharing
cerita-cerita tentang hidupku, cerita tentang aku, dan dia pun juga banyak
bercerita padaku. Hidupku serasa terisi. Tak ada kata sepi yang selama ini
menyelimutiku.
***
Awan
hitam menggantung sejak zuhur tadi. Kutunggu, namun awan tak kunjung
menumpahkan airnya. “Beep beep beep beep” dering hand phone mengagetkanku. “Res, kita ketemu di lapangan ya? Aku
tunggu loh”. Aku bingung harus ngomong apa. Hand
phone pun kumatikan. Perlahan tapi pasti. Kuputuskan untuk menemuinya sore
yang mendung ini di lapangan.
Setibaku
di lapangan. Ternyata dia lebih dulu nunggu aku di sana. “Kamu lama banget?”
katanya mengawali pembicaraan. “Ehehehe... Ya maaf, Mas,” sahutku gugup.
Badanku serasa gerah meski cuaca sedang tak mendukung. Tiba-tiba uap air turun
perlahan. Lebih kecil dari gerimis, juga lebih kecil dari rintik. Entah, aku
tidak bisa mendefinisikannya.
“Mas,
pulang yuk! Udah mau hujan nih!”
“Ah,
kok bentar banget sih? Ntar dulu dong, Res”
“Duh,
ntar kalau aku kehujanan gimana dong?”
“Kita
kan bisa berteduh di situ nanti. Gitu aja repot sih, Res”
Aku
terdiam. Menikmati suasana berdua bersama Zuhri. Namun, tiba-tiba hujan turun.
Kami berlari menuju tempat berteduh yang sudah direncanakan. Di bawah reservoir “Penguin”. Mungkin tempat
semacam itu terdengar jauh dari kata romantic. Bagiku, bisa di dekatnya pun
merupakan hal yang paling romantic di dunia ini.
Kaos
putih yang kukenakan menjadi sedikit lembab akibat percikan air dari pinggir
tower yang terbuka. Aku pun menggigil kedinginan menimbulkan suara gemelitik
dari gigiku. Tiba-tiba Zuhri melepas jaket yang ia kenakan dan meletakkannya di
bahuku. Wow! Aku nge-fly dibuatnya.
Setelah hujan reda, kami pulang bersama. Satu hal yang kukagumi, dia tidak
sedikitpun menyentuhku!
***
Namun,
semuanya mendadak berubah setelah aku tahu kalau dia ternyata main-main di
belakangku. Ya, hal yang paling tak kuduga tiba-tiba menyambarku. Zuhri
ternyata masih ingin bersama dengan kekasihnya dahulu, dan dia ternyata PHP
padaku. Aku hanya dijadikan sebagai Boneka Pelampiasannya. Sungguh hal
ini membuat hatiku petang.
“Mas,
jangan nunggu aku lagi. Makasih, ya,” kukirim pesan singkat itu padanya. Namun,
apa yang terjadi? Zuhri memarahi aku! Zuhri mencaci maki aku lewat huruf-huruf
yang diukir pada pesan singkatnya. Aku yang ada di seberang terus menangis tak
kuasa menahan rasa sakitnya jadi boneka pelampiasan, serta dimarahi.
Hingga
akhirnya, jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 23.07. Zuhri menelponku. Aku
sudah capek nangis terus. Kumatikan tiap telepon dari Zuhri. “Res, angkat please”. Zuhri meneleponku beberapa
kali, akhirnya aku pun mengangkatnya. Tangisannya menjadi-jadi dalam telepon
itu. Sesekali sesenggukannya pun menyelimuti telingaku.
“Res,
please, maafin aku, hiks hiks”
“Engga,
Mas,”
“Please, Res, aku khilaf. Kasih aku
kesempatan sekali lagi biar aku bisa buktiin kalau aku bener-bener saying sama kamu”
“Iya,
Mas, iyaa... tapi kesempatanmu cuma sekali, Mas,”
“Restiiii...
Makasih, Res, aku janji engga bakal nyakiti kamu lagi, Res, makasih, Res, aku
sayang kamu”
Sejak
kejadian itu pun Zuhri tak pernah menyakiti aku lagi. Dari itu aku bisa
menyimpulkan kalau Zuhri memang serius padaku. Hal itu terbukti dengan setianya
dia menunggu aku meskipun aku belum mengatakan bersedia menjadi pacarnya. Terhitung
hingga saat ini, Zuhri telah menungguku hampir satu tahun. Yah, kurang lebih
selama 11 bulan dia menungguku.
***
Sore
itu, aku bertemu lagi dengan Zuhri. Tempatnya pun sama. Di lapangan yang dulu
itu. Kini Zuhri berbeda. Seakan senyumnya itu sepenuhnya untukku. Betapa
meledaknya rasa sumringah di dalam jiwaku ini.
Di
sela-sela pertemuan kami itu, Zuhri bercerita banyak tentang bagaimana
kelakuannya dulu. Kata Zuhri, aku adalah wanita yang berhasil membuat hidupnya
berubah total. Di sela-sela ceritanya, kita pun banyak bercanda. Keceriaannya
terpancar ketika ia tertawa. Betapa manis dan tampan dia ketika tertawa.
“Res,
dulu aku tuh nakal banget, bandel kalau dibiangin sama bapak ibu. Dulu aku
ikutan balap liar, tapi setelah ada kamu di sampingku aku bisa berhenti, kan,
Res? Dulu aku juga bejat kalau lagi pacaran. Pelukan, ciuman, sudah jadi
makananku tiap malam Minggu. Tapi, sekarang, setelah aku kenal kamu aku udah
engga gila lagi kaya dulu. Aku udah bisa mikir lebih dewasa sekarang. Pernahkah
aku megang kamu? Engga kan, Res? Itu karena aku bener-bener sayang sama kamu,
Res,”
“Ehehehee...
iya, Mas Zuhri, aku percaya kok,” jawabku tersipu-sipu.
Do you hear me? I’m talking to you
Across the water across the deep blue
ocean
Under the open sky, oh my, baby I’m
trying
Hay I hear youin my dreams
I feel your whisper across the sea
I keep you with me in my heart
You make it
easier when life gets hard
Lantunan
lagu dari Jason Mraz keluar dari mulutnya. Aku tersenyum dan serasa terbang ke
laut Atlantis. Sungguh indah.
I’m
lucky I’m in love with my best friend
Lucky
to have been where I have been
Lucky to be coming home again
Ooohh oooh oooh
Kami pun melanjutkan lagu Jason Mraz itu dan bernyanyi
bersama. Seketika itu kami tertawa bersama. Aku kagum padanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar