Oleh : Endah Mardyanti
“Untuk
apa aku berada di dalam ranah yang mereka sebut dengan kehidupan ini???”. Di
usia 10 tahun itu, untuk kali pertama nuansa batinku bergolak. Bagaimana tidak?
Aku termasuk anak yang nakal bila dibandingkan dengan teman-teman putriku
sewaktu SD dulu. Berbohong? Menyakiti? Memarahi? Memperbudak teman? Sering!
Berkelahi dan adu pukul dengan anak laki-laki yang bahkan menjadi seniorku pun
tak pernah ketinggalan. Di lapangan sekolah? Di dalam kelas? Oke! Di dalam
bermain dengan teman-teman putriku pun aku harus menjadi raja, harus jadi
penguasa. Siapa yang tidak menurutiku, sudah dipastikan dia tidak akan memiliki
teman! Sebagaimana hari itu, kemarinnya, dan kemarinnya lagi, entah sudah berapa
kemarin yang telah lewat, terus saja begitu.
Namun,
entah mengapa masih terdapat secuil aroma religius yang bersandar di bahuku.
Mungkin karena aku masih menyempatkan diri untuk datang ke TPQ dekat rumahku.
Aku memang sudah belajar di TPQ sejak belum sekolah. Di TPQ aku belajar Qur’an,
menggali ilmu agama, sehingga aku sering sok
tahu di kelas. Sok menjadi
penceramah bagi teman-temanku, sok pintar
agama, padahal kelakuanku so far from apa yang sering kuucap. Mungkin
karena di TPQ aku hanya belajar mengaji, bukan belajar ilmu moral, sehingga aku
tidak peka dengan lingkunganku. Aku pun tak sadar jikalau banyak teman yang
tidak suka denganku.
Hingga
aku menginjakkan kakiku di kelas 5 SD, aku mulai berpikir bagaimana perasaan
temanku bila aku melakukan hal yang sedemikian amazingnya. Aku pun mulai berkeinginan untuk memakai jilbab di SMP
nanti. Keinginanku sempat kuutarakan pada teman-temanku. “Mosok cah lanang nganggo kerudung? Yakin kowe, Ndah? Hahaha! Rak isoh mbayangake aku! Hahahaa…” Ejek
temanku yang membuatku sempat down.
Aku tak lagi berbicara tentang jilbab. Ya, aku tetap seperti dulu, masih saja
berkelahi dengan anak laki-laki.
Hari
ini, hari pendaftaran masuk SMP. Aku diberi tawaran oleh orang tuaku, ingin
pakai jilbab atau tidak? Galau! Ya, semenjak diberi tawaran itu aku bingung.
Teringat sajak memilukan yang disemburkan oleh temanku dulu. Takut, malu, dan
entah apa yang ada di pikiranku saat itu membuatku menolak tawaran orang tuaku.
Aku menolak memakai jilbab! Pilu! Aku sangat ingin, tapi aku malu pada
teman-temanku itu! Takut akan kehilangan eksistensi!
Bagaimana
rasanya bila tingkah kita yang sangat bersejarah tiba-tiba berubah dalam
sehari? Aku mendadak sangat pendiam, mendadak lugu, ramah, dan murah senyum
dari yang biasanya koar-koar, nakal, pecicilan. Semuanya serba mendadak mulai
saat hari pertama masuk SMP sampai seterusnya! Aku pun disukai banyak temanku.
Entah bagaimana bisa semacam ini. Padahal sifat teman-temanku tidak jauh
berbeda dengan yang ada di SD dulu. Sering sekali terpintas di pikiranku, “Kok ndhisik kelakuanku koyo ngono yo?”. Start from here, aku berubah. Bukan lagi
aku yang urakan. Aku mulai dapat
berpikir, mana yang pantas untuk dilakukan, dan mana yang tidak wajar. Salah
satu perbedaan aku yang dulu dan yang sekarang mungkin bisa diibaratkan seperti
anjing laut dan tikus werog. Aku yang
dulu adalah tikus werog, mudah sekali
beradaptasi dengan lingkungan baru. Mungkin karena aku merasa paling. Dan aku
yang sekarang bagaikan anjing laut yang sedikit sukar untuk beradaptasi dengan
lingkungan baruku. Mungkin karena terlalu pendiamnya diriku. Entahlah.
Lenggang
tanganku ketika berjalan untuk pulang dari sekolah menghantarkanku sampai
istana mungilku. Sebagaimana hari kemarin, kemarinnya lagi, dan entah berapa
kemarin yang sudah terlewatkan, aku merasa hidupku begitu-begitu saja.
Bagaimana tidak? Pulang sekolah langsung makan, nonton TV, maghrib makan lagi,
pegang buku baru sebentar sudah ketiduran. Pagi-pagi pun begitu. Bangun tidur,
makan, mandi, berangkat ke sekolah menyusuri jalan yang sama. Aku merasa hidup
itu tanpa tujuan yang jelas. Aku terlampau jauh dari Robb-ku. Sholat pun masih belum
genap. Malas. Padahal aku tahu persis bahwa sholat itu hukumnya wajib. Dan itu
termasuk rukun islam pula. Astaghfirulloh…
Perlahan,
aku mulai sering buka facebook. Candu
pun bersarang dalam tubuhku. Namun pasti, aku menemukan banyak sekali informasi
tentang islam. Berawal dari suwung, lalu
stalking orang, kemudian tidak sengaja
nemu fanpage yang ternyata mengandung bacaan islami. Aku mulai sering
membaca. Ternyata apa yang sudah kubaca, lambat laun mengendap-endap menyusup
di hati. Goresan artikel-artikel itu pun pelan-pelan berhasil menggenapkan
sholatku. Seakan tulisan itu memberikan sentilan yang maha dahsyat sehingga
hatiku tergerak untuk mengerjakan sholat. Tidak butuh waktu yang panjang,
sholatku genap lima waktu.
“Hendaklah
mereka (wanita muslim) menutupkan kain tudung ke dada mereka.” (QS. An-Nur :
31)
Sampailah
pada saat aku membaca artikel yang memuat tentang hijab. Aku teringat kembali
keinginanku yang dulu. Dan aku kembali ingin berjilbab. Niat yang begitu
menggebu-gebu ini tersurutkan oleh ekonomi. Aku tidak mungkin mengajukan
permintaan untuk memakai jilbab karena sudah terlanjur kuputuskan untuk tidak
pakai jilbab sewaktu SMP. Nanggung, kalau harus beli seragam yang baru lagi. Keinginan
untuk berjilbab pun kuurungkan sementara waktu.
Membaca-baca
artikel pun masih terus berlanjut. Bahkan telah merasuki tubuhku dan menyatu
dalam darahku. Membaca artikel islami pun menjadi sepucuk hobi. Aku pun mulai
berlatih untuk menulis. Jendelaku tentang islam pun meluas, aku merasa lebih
bisa memaknai hidup lewat coretan-coretan mengagumkan yang merubah hidupku itu.
Aku membaca artikel yang menceritakan tentang seorang gadis sholihah yang
menjadi aktivis dakwah rohis di sekolahnya. Kisahnya begitu menarik sehingga
membuatku bercita-cita ingin seperti dia. “Aku besok di SMA juga ingin ikut
rohis! Harus!”. Batinku sambil cengar cengir sendiri membayangkan bagaimana
rasanya menjadi aktivis dakwah.
“Hai
nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu yang perempuan, dan
istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Penguasa lagi Maha Penyayang.”
(QS Al-Adzhab : 59)
Kembali
aku nemu artikel bernafaskan tentang
jilbab. Keinginan menggebu-gebu itu menyakitkan. Tulisan itu membuatku malu
dengan keadaanku yang telanjang itu. Tapi aku memang tidak bisa! Kemudian aku
berniat, benar-benar nawaitu lillahi
ta’ala aku ingin berjilbab besok SMA. Masha Allah, niatku itu mampu
menggusah keinginan menyakitkan itu. Tidak sabar aku ingin cepat kelulusan itu
terjadi.
Sampailah
dimana kelulusan, pendaftaran SMA, dan bersekolah di SMA terjadi. Semenjak MOS
aku sudah memakai jilbab. Betapa bangga hati ini ketika keinginanku benar-benar
tercapai. Aku merasa tidak tanggung-tanggung lagi untuk jadi wanita sholihah.
Aku pun ikut dalam organisasi rohis di sekolahku. Aku belajar berdakwah. Dengan
berbaur dengan teman-teman yang baik akhlaqnya membuatku semakin ingin
memperbaiki perilaku.
Aku
masih terus dengan rutinitasku. Membaca artikel di facebook. Semakin tahu,
semakin aku ingin belajar mencintai Robbku. Aku pun memiliki seorang teman yang
sangat baik akhlaqnya. Namanya Ellenia Annisa. Bahkan aku ingin seperti Ellen
yang selalu mengamalkan ilmu yang baru saja ia dapat. Bersama-sama kami
belajar, saling berbagi ilmu yang kami punya. Aku pun mengajari dia mengaji dengan
tajwid yang benar.
“Wahai
Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh maka tidak boleh
baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjuk wajah dan
telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Hadist
yang kubaca itu membuatku bertambah malu sebab aku pun sangat menyadari kalau
jilbabku tidak syar’i. Dengan dasar keinginan memperbaiki akhlaq dan rasa malu
yang bertambah, aku sangat ingin mengenakan jilbab syar’i. Setelah searching-searching, ternyata harga kain
arab dan juga kerudung-kerudung instan syar’i begitu menyilaukan mata. Aku
harus menabung, benar-benar menabung untuk membeli kerudung syar’i.
Alhamdulillah, aku bisa membeli kerudung syar’i, meskipun masih tergolong
syar’i minimal.
Dengan
memakai jilbab, aku merasakan banyak keuntungan. Tidak diganggu oleh orang
lain, aku aman dibalik jilbab ini. Sebelum memakai jilbab, ketika aku melewati
sekelompok laki-laki, mereka akan bersiul-siul dan menggodaku. Namun, setelah
memakai jilbab, mereka akan menyapa, “Assalamu’alaikum”. Orang-orang pun banyak
yang memanggilku dengan sebutan ustadzah. Aku juga sering dipanggil “Bu Haji”
oleh teman-temanku. Berarti, memakai jilbab selain aman, juga akan mendapat
doa. Alhamdulillah. Dengan mengenakan jilbab, aku juga lebih bersemangat untuk
berdakwah.
Menurutku,
dakwah pun bisa dilakukan hanya dengan cara menjaga sikap dan berkepribadian
baik. Karena orang lain akan lebih memperhatikan cara kita dalam mengerjakan
sesuatu daripada bertele-tele dalam menyampaikan dakwah. Bila kita baik,
teman-teman kita pun akan mencontohnya, sebaliknya bila kelakuan kita terlampau
menyimpang, apa yang mau diharapkan? Kita harus menjadi panutan, contoh, dan
teladan yang baik bagi teman-teman kita yang pula sedang menggali ilmu. Kita
sama-sama belajar.
Aku
akan terus belajar, terus membaca, mengkhabarkan, mengasah keterampilan,
kemampuan, dan mengembangkan hobiku dalam dunia islami. Semoga aku terus
istiqomah di jalan yang diridhoi Allah, dan terus bertambah baik di mata-Nya.
Aamiin…