Senin, 26 Januari 2015

Kisah Hijrahku



Oleh : Endah Mardyanti
“Untuk apa aku berada di dalam ranah yang mereka sebut dengan kehidupan ini???”. Di usia 10 tahun itu, untuk kali pertama nuansa batinku bergolak. Bagaimana tidak? Aku termasuk anak yang nakal bila dibandingkan dengan teman-teman putriku sewaktu SD dulu. Berbohong? Menyakiti? Memarahi? Memperbudak teman? Sering! Berkelahi dan adu pukul dengan anak laki-laki yang bahkan menjadi seniorku pun tak pernah ketinggalan. Di lapangan sekolah? Di dalam kelas? Oke! Di dalam bermain dengan teman-teman putriku pun aku harus menjadi raja, harus jadi penguasa. Siapa yang tidak menurutiku, sudah dipastikan dia tidak akan memiliki teman! Sebagaimana hari itu, kemarinnya, dan kemarinnya lagi, entah sudah berapa kemarin yang telah lewat, terus saja begitu.
Namun, entah mengapa masih terdapat secuil aroma religius yang bersandar di bahuku. Mungkin karena aku masih menyempatkan diri untuk datang ke TPQ dekat rumahku. Aku memang sudah belajar di TPQ sejak belum sekolah. Di TPQ aku belajar Qur’an, menggali ilmu agama, sehingga aku sering sok tahu di kelas. Sok menjadi penceramah bagi teman-temanku, sok pintar agama, padahal kelakuanku so far from apa yang sering kuucap. Mungkin karena di TPQ aku hanya belajar mengaji, bukan belajar ilmu moral, sehingga aku tidak peka dengan lingkunganku. Aku pun tak sadar jikalau banyak teman yang tidak suka denganku.
Hingga aku menginjakkan kakiku di kelas 5 SD, aku mulai berpikir bagaimana perasaan temanku bila aku melakukan hal yang sedemikian amazingnya. Aku pun mulai berkeinginan untuk memakai jilbab di SMP nanti. Keinginanku sempat kuutarakan pada teman-temanku. “Mosok cah lanang nganggo kerudung? Yakin kowe, Ndah? Hahaha! Rak isoh mbayangake aku! Hahahaa…” Ejek temanku yang membuatku sempat down. Aku tak lagi berbicara tentang jilbab. Ya, aku tetap seperti dulu, masih saja berkelahi dengan anak laki-laki.
Hari ini, hari pendaftaran masuk SMP. Aku diberi tawaran oleh orang tuaku, ingin pakai jilbab atau tidak? Galau! Ya, semenjak diberi tawaran itu aku bingung. Teringat sajak memilukan yang disemburkan oleh temanku dulu. Takut, malu, dan entah apa yang ada di pikiranku saat itu membuatku menolak tawaran orang tuaku. Aku menolak memakai jilbab! Pilu! Aku sangat ingin, tapi aku malu pada teman-temanku itu! Takut akan kehilangan eksistensi!
Bagaimana rasanya bila tingkah kita yang sangat bersejarah tiba-tiba berubah dalam sehari? Aku mendadak sangat pendiam, mendadak lugu, ramah, dan murah senyum dari yang biasanya koar-koar, nakal, pecicilan. Semuanya serba mendadak mulai saat hari pertama masuk SMP sampai seterusnya! Aku pun disukai banyak temanku. Entah bagaimana bisa semacam ini. Padahal sifat teman-temanku tidak jauh berbeda dengan yang ada di SD dulu. Sering sekali terpintas di pikiranku, “Kok ndhisik kelakuanku koyo ngono yo?”. Start from here, aku berubah. Bukan lagi aku yang urakan. Aku mulai dapat berpikir, mana yang pantas untuk dilakukan, dan mana yang tidak wajar. Salah satu perbedaan aku yang dulu dan yang sekarang mungkin bisa diibaratkan seperti anjing laut dan tikus werog. Aku yang dulu adalah tikus werog, mudah sekali beradaptasi dengan lingkungan baru. Mungkin karena aku merasa paling. Dan aku yang sekarang bagaikan anjing laut yang sedikit sukar untuk beradaptasi dengan lingkungan baruku. Mungkin karena terlalu pendiamnya diriku. Entahlah.
Lenggang tanganku ketika berjalan untuk pulang dari sekolah menghantarkanku sampai istana mungilku. Sebagaimana hari kemarin, kemarinnya lagi, dan entah berapa kemarin yang sudah terlewatkan, aku merasa hidupku begitu-begitu saja. Bagaimana tidak? Pulang sekolah langsung makan, nonton TV, maghrib makan lagi, pegang buku baru sebentar sudah ketiduran. Pagi-pagi pun begitu. Bangun tidur, makan, mandi, berangkat ke sekolah menyusuri jalan yang sama. Aku merasa hidup itu tanpa tujuan yang jelas. Aku terlampau jauh dari Robb-ku. Sholat pun masih belum genap. Malas. Padahal aku tahu persis bahwa sholat itu hukumnya wajib. Dan itu termasuk rukun islam pula. Astaghfirulloh…
Perlahan, aku mulai sering buka facebook. Candu pun bersarang dalam tubuhku. Namun pasti, aku menemukan banyak sekali informasi tentang islam. Berawal dari suwung, lalu stalking orang, kemudian tidak sengaja nemu fanpage yang ternyata mengandung bacaan islami. Aku mulai sering membaca. Ternyata apa yang sudah kubaca, lambat laun mengendap-endap menyusup di hati. Goresan artikel-artikel itu pun pelan-pelan berhasil menggenapkan sholatku. Seakan tulisan itu memberikan sentilan yang maha dahsyat sehingga hatiku tergerak untuk mengerjakan sholat. Tidak butuh waktu yang panjang, sholatku genap lima waktu.
“Hendaklah mereka (wanita muslim) menutupkan kain tudung ke dada mereka.” (QS. An-Nur : 31)
Sampailah pada saat aku membaca artikel yang memuat tentang hijab. Aku teringat kembali keinginanku yang dulu. Dan aku kembali ingin berjilbab. Niat yang begitu menggebu-gebu ini tersurutkan oleh ekonomi. Aku tidak mungkin mengajukan permintaan untuk memakai jilbab karena sudah terlanjur kuputuskan untuk tidak pakai jilbab sewaktu SMP. Nanggung, kalau harus beli seragam yang baru lagi. Keinginan untuk berjilbab pun kuurungkan sementara waktu.
Membaca-baca artikel pun masih terus berlanjut. Bahkan telah merasuki tubuhku dan menyatu dalam darahku. Membaca artikel islami pun menjadi sepucuk hobi. Aku pun mulai berlatih untuk menulis. Jendelaku tentang islam pun meluas, aku merasa lebih bisa memaknai hidup lewat coretan-coretan mengagumkan yang merubah hidupku itu. Aku membaca artikel yang menceritakan tentang seorang gadis sholihah yang menjadi aktivis dakwah rohis di sekolahnya. Kisahnya begitu menarik sehingga membuatku bercita-cita ingin seperti dia. “Aku besok di SMA juga ingin ikut rohis! Harus!”. Batinku sambil cengar cengir sendiri membayangkan bagaimana rasanya menjadi aktivis dakwah.
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu yang perempuan, dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Penguasa lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Adzhab : 59)
Kembali aku nemu artikel bernafaskan tentang jilbab. Keinginan menggebu-gebu itu menyakitkan. Tulisan itu membuatku malu dengan keadaanku yang telanjang itu. Tapi aku memang tidak bisa! Kemudian aku berniat, benar-benar nawaitu lillahi ta’ala aku ingin berjilbab besok SMA. Masha Allah, niatku itu mampu menggusah keinginan menyakitkan itu. Tidak sabar aku ingin cepat kelulusan itu terjadi.
Sampailah dimana kelulusan, pendaftaran SMA, dan bersekolah di SMA terjadi. Semenjak MOS aku sudah memakai jilbab. Betapa bangga hati ini ketika keinginanku benar-benar tercapai. Aku merasa tidak tanggung-tanggung lagi untuk jadi wanita sholihah. Aku pun ikut dalam organisasi rohis di sekolahku. Aku belajar berdakwah. Dengan berbaur dengan teman-teman yang baik akhlaqnya membuatku semakin ingin memperbaiki perilaku.
Aku masih terus dengan rutinitasku. Membaca artikel di facebook. Semakin tahu, semakin aku ingin belajar mencintai Robbku. Aku pun memiliki seorang teman yang sangat baik akhlaqnya. Namanya Ellenia Annisa. Bahkan aku ingin seperti Ellen yang selalu mengamalkan ilmu yang baru saja ia dapat. Bersama-sama kami belajar, saling berbagi ilmu yang kami punya. Aku pun mengajari dia mengaji dengan tajwid yang benar.
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjuk wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud)
Hadist yang kubaca itu membuatku bertambah malu sebab aku pun sangat menyadari kalau jilbabku tidak syar’i. Dengan dasar keinginan memperbaiki akhlaq dan rasa malu yang bertambah, aku sangat ingin mengenakan jilbab syar’i. Setelah searching-searching, ternyata harga kain arab dan juga kerudung-kerudung instan syar’i begitu menyilaukan mata. Aku harus menabung, benar-benar menabung untuk membeli kerudung syar’i. Alhamdulillah, aku bisa membeli kerudung syar’i, meskipun masih tergolong syar’i minimal.
Dengan memakai jilbab, aku merasakan banyak keuntungan. Tidak diganggu oleh orang lain, aku aman dibalik jilbab ini. Sebelum memakai jilbab, ketika aku melewati sekelompok laki-laki, mereka akan bersiul-siul dan menggodaku. Namun, setelah memakai jilbab, mereka akan menyapa, “Assalamu’alaikum”. Orang-orang pun banyak yang memanggilku dengan sebutan ustadzah. Aku juga sering dipanggil “Bu Haji” oleh teman-temanku. Berarti, memakai jilbab selain aman, juga akan mendapat doa. Alhamdulillah. Dengan mengenakan jilbab, aku juga lebih bersemangat untuk berdakwah.
Menurutku, dakwah pun bisa dilakukan hanya dengan cara menjaga sikap dan berkepribadian baik. Karena orang lain akan lebih memperhatikan cara kita dalam mengerjakan sesuatu daripada bertele-tele dalam menyampaikan dakwah. Bila kita baik, teman-teman kita pun akan mencontohnya, sebaliknya bila kelakuan kita terlampau menyimpang, apa yang mau diharapkan? Kita harus menjadi panutan, contoh, dan teladan yang baik bagi teman-teman kita yang pula sedang menggali ilmu. Kita sama-sama belajar.
Aku akan terus belajar, terus membaca, mengkhabarkan, mengasah keterampilan, kemampuan, dan mengembangkan hobiku dalam dunia islami. Semoga aku terus istiqomah di jalan yang diridhoi Allah, dan terus bertambah baik di mata-Nya. Aamiin…